Anda yang sudah menonton film Kiamat 2012 tentu masih terkesan dengan adegan-adegan spektakuler yang dihadirkan sutradara Roland Emmerich.
Salah satunya adegan gempa bumi berkekuatan di atas 9 skala Richter yang melanda seluruh dunia, yang sanggup mengundang tsunami global setinggi hingga 1.500 meter. Visual gempa bumi memang selalu mengerikan dan membuat kita menahan napas.
Gempa bumi selalu datang tak terduga dan sulit diramalkan, namun guncangan-guncangannya juga membangkitkan rasa keingintahuan manusia tentang penyebabnya. Di Film Kiamat 2012, tampak nyata betapa penelitian-penelitian yang dilakukan manusia itu berperan dalam upaya menghindari datangnya bencana yang lebih besar.
Sebenarnya apa sih penyebab gempa bumi? Dalam ilmu kebumian, dikenal beberapa penyebab terjadinya gempa bumi. Pertama karena pergerakan magma dalam gunung berapi biasa disebut gempa vulkanik. Kedua karena pergeseran lempeng-lempeng bumi, (gempa tektonik). Ketiga karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam.
Contoh kasusnya adalah Dam Karibia di Zambia, Afrika. Keempat karena injeksi atau akstraksi cairan dari dan ke dalam bumi. Contoh kasusnya biasanya terjadi pada beberapa pembangkit tenaga listrik panas bumi. Kelima, disebabkan oleh bahan peledak atau disebabkan oleh manusia (seismitas terinduksi). Umumnya di Indonesia gempa pada dua tipe pertamalah yang banyak terjadi.
Tektonik Lempeng
Penyebab gempa bumi yang paling sering adalah karena pergeseran lempengan bumi (tektonik). Gempa tektonik terjadi karena gerakan dari berbagai lempengan bumi baik besar maupun kecil yang membentuk kerak bumi. Lapisan kerak bumi yang keras menjadi genting (lunak) dan akhirnya bergerak.
Teori dari tektonik lempeng (plate tectonic) menjelaskan, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat. Litosfer terdiri atas kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempeng-lempeng itu mengapung dan bergerak di atas astenosfer yang lebih cair.
Gerakan lempeng-lempeng tektonik diduga disebabkan oleh adanya arus konveksi di dalam lapisan mantel bumi. Arus konveksi yang diduga terbentuk akibat adanya pemanasan yang bersumber dari inti bumi tersebut, pada tempat-tempat tertentu naik ke permukaan, kemudian menyebar horisontal meninggalkan tempat naiknya. Di tempat lain arus itu masuk ke dalam mantel lagi. Arus itulah yang menghanyutkan lempeng-lempeng yang mengapung di atasnya. Maka, lempeng-lempeng selalu bergerak kadang-kadang gerakannya saling menjauhi (divergent), saling berbenturan (convergent), dan saling bergesekan.
Daerah tempat lempeng-lempeng itu saling bertemu disebut batas lempeng (plate boundary) yang dapat dilihat pada gambar 1. Ada tiga macam batas lempeng, yaitu pertama, batas lempeng divergen yang disebut juga pusat pemekaran (spreading centre).
Pada jalur ini arus konveksi naik ke permukaan kemudian menyebar ke samping, maka kerak bumi terbelah kemudian terseret ke samping meninggalkan pusat pemekarannya. Arus ke atas ini membawa serta bahan-bahan dari mantel bumi yang kemudian membeku sesampai di permukaan membentuk Igir Tengah Samudera (middle oceanic ridge). Kerak yang baru terbentuk itu adalah kerak samudera. Dengan demikian, berarti kerak samudera selalu bertambah pada pusat pemekaran
Kedua, batas lempeng konvergen yang disebut juga zona penunjaman atau subduksi (subduction zone). Pada zone ini arus konveksi masuk kembali ke dalam mantel. Maka, lempeng-lempeng yang hanyut di antaranya saling mendekat dan berbenturan (convergent). Lempeng samudera yang densitasnya lebih besar mengalami penunjaman (menukik masuk ke dalam mantel bumi), kemudian lebur ditelan oleh cairan mantel bumi.
Endapan laut asal darat yang menempel di atasnya dibawa masuk ke dalam bumi. Namun, sebelum sampai ke dalam bumi, lapisan endapan laut yang bersifat granitis itu telah mengalami peleburan (melting) menjadi magma granitis. Magma cair itu kemudian menyusup ke dalam lempeng benua yang berada di atasnya menjadi batuan intrusif atau plutonik. Bila tekannya cukup besar, magma yang terbentuk itu dapat mencapai permukaan bumi sebagai gunung api.
Lempeng benua karena berat jenisnya lebih rendah daripada lempeng samudera, maka tak pernah mengalami subduksi melainkan akan naik di atas lempeng samudera sambil terlipat, tersesar. Dan, tertelankan membentuk pegunungan-pegunungan di permukaan bumi dengan batuan plutonik-granitik sebagai intinya. Bila yang muncul adalah gejala vulkanisme, maka terbentuklah sederetan gunung-gunung api seperti di Indonesia.
Pada jalur benturannya ditandai dengan terbentuknya palung laut dalam, semakin ke arah benua dijumpai berturut-turut igir bawah laut (submarine ridge) nonvulkanis yang berupa rangkaian pulau-pulau kemudian daerah cekungan belakang yang relatif sudah stabil.
Daerah cekungan belakang ini pada umumnya merupakan zona deposit hidrokarbon yang sangat potensial, seperti di laut Jawa. Contoh zona subduksi yang sangat besar di Indonesia adalah subduksi lempeng samudera Hindia-Australia yang menukik di bawah lempeng benua Eurasia membentuk palung laut selatan P Jawa, rangkaian busur nonvulkanik di pulau-pulau sebelah barat Sumatera, rantai gunung berapi memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, kemudian berbelok ke utara menuju Pulau Maluku, dan berlanjut ke Pulau Sulawesi. Penunjaman ini pula yang menyebabkan gempa sering terjadi di Indonesia.
Bila yang berkonvergensi dua lempeng benua, maka tidak terjadi subduksi, sebab keduanya akan terangkat ke atas dan saling bertautan (bersenyawa) bagaikan jahitan pada bekas luka operasi medis membentuk pegunungan tinggi, seperti pegunungan Himalaya. Dalam peristiwa ini tak timbul gejala vulkanik, karena tidak ada melting di dalam kerak bumi. Namun, benturan yang amat dahsyat itu mengakibatkan kerak bumi di sekitarnya retak-retak dan menjadi daerah yang sangat rawan gempa.
Ketiga, batas lempeng transform (transform bourding) atau patahan transform disebut juga batas lempeng pasif, karena di sini tidak terjadi konvergensi maupun divergensi. Sebuah lempeng terbelah kemudian saling bergesekan dengan arah yang berlawanan. Disebut patahan transform, karena suatu igir tiba-tiba berpasangan dengan lembah atau daratan. Tidak banyak gejala yang ditimbulkan pada batas lempeng transform ini kecuali sebagai pusat gempa.
Arus konveksi di dalam mantel bumi berjalan terus sepanjang masa. Kecepatan arus konveksi tak selalu ajeg. Suatu saat arus itu menyentak dengan kecepatan yang tinggi. Dalam kecepatannya yang wajar sehari-hari, gerakan lempeng sebagai akibat arus konveksi tak dikirakan manusia, tetapi bila kecepatan mendadak dengan kuat terhadap lempeng benua, maka bergeraklah kerak bumi di sekitarnya.
Peristiwa subduksi lempeng samudera berakibat banyak sekali, seperti pengangkatan, pelipatan, dan penyesaran kerak benua di atas zona subduksi. Pada peralihan antara kerak benua dan kerak samudera terjadi peleburan, penyusupan, penerobosan magma di permukaan bumi. Zona subduksi ini juga menjadi pusat gempa di samping pusat-pusat gempa yang terjadi pada kedua batas lempeng yang lain. Zona pusat gempa disebut juga zona Benioff. Zona Benioff di sebelah selatan P Jawa oleh JA Katili dinamai Benioff-Wadati.
Di samping akibat yang membahayakan, tektonik lempeng merupakan tenaga alam yang menghasilkan jebakan mineral. Menurut JA Katili, di Indonesia endapan yang berasosiasi dengan subduksi ini menduduki tempat yang penting. Busur kepulauan Indonesia adalah hasil interaksi dari benturan 3 blok kerak bumi atau lempeng raksasa, yaitu Hindia-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Sebagai contoh, endapan kromit dan nikel di Indonesia Timur berasosiasi dengan zona benturan Papua dan Sulawesi.
Endapan mineral yang berasosiasi dengan busur magmatik-vulkanik di Indonesia digolongkan dalam tipe endapan pirosomatik dan hidrotermal, termasuk di dalamnya endapan tembaga, perak, timah, molibdenum, wolfram, antimon, emas, merkuri, mangan, dan kromium. Sedangkan, minyak bumi, gas alam, dan batubara ditemukan dalam cekungan busur belakang yang terletak di belakang busur vulkanik.
Gelombang Gempa
Pada dasarnya, terjadinya gempa bumi itu disebabkan oleh pelepasan energi secara mendadak ketika selip terjadi diratakan pada kerak bumi. Energi itu terakumulasi akibat tekanan oleh pergerakan tektonik. Tekanan ini menyebabkan tegangan di kerak bumi. Ketika tegangan itu sudah melampaui ambang batas elastisitas kerak, maka kerak akan patah sehingga terjadilah pelepasan energi itu. Tempat kerak yang terpatahkan di mana gempa bumi berasal itulah yang disebut hiposenter. Titik proyeksi hiposenter ke permukaan bumi disebut episenter.
Gelombang gempa bumi yang dilepaskan akibat kerak yang patah akan merambat melalui kerak dengan dua cara, yaitu Gelombang P (push-pull = tarik-ulur) dan Gelombang S (shear = geser). Gerakan gelombang P menyebabkan kerak bumi bergerak berulang-ulang, memanjang, dan mengerut searah dengan arah gerakan gelombangmya. Sementara gesekan gelombang S menyebabkan kerak bumi bergerak ke kiri dan ke kanan tegak lurus terhadap arah gerakan gelombangnya.
Gelombang P dan S masing-masing memiliki kecepatan 5 dan 3 km/detik. Itulah sebabnya Gelombang P sampai ke seismograf lebih cepat daripada Gelombang S, sehingga Gelombang P sering disebut sebagai gelombang Primer dan gelombang S disebut sebagai gelombang sekunder.
Ketika mencapai permukaan bumi, gelombang gempa bumi merambat dalam dua jenis pergerakan yang disebut gelombang Rayleigh dan Gelombang Love. Rayleigh adalah nama seorang ahli fisika Inggris (Baron Rayleigh). Loves adalah nama seorang ahli matematika Inggris, AH Love.
Gelombang Rayleigh menyebabkan permukaan bumi bergerak naik-turun, sedangkan gelombang Lovde menyebabkan permukaan bumi bergerak ke samping kanan dan kiri.
Kedua gelombang ini memiliki frekuensi yang lebih rendah daripada gelombang P dan S, namun memiliki amplitude yang lebih besar. Kedua gelombang inilah yang bertanggung jawab terhadap segala kerusakan ketika terjadi gempa bumi.
Sumber : Amien Nugroho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar