Seminggu terakhir ini beredar SMS terkait kenaikan suhu hingga empat derajat. Pesan pendek ini dikaitkan dengan cuaca panas yang dirasakan warga Jakarta dan sekitarnya.
Benarkah, suhu meningkat sedrastis itu? Peneliti matahari dan antariksa Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin yang dihubungi.
Menurut pria yang akrab dipanggil Djamaluddin ini, SMS yang tidak jelas sumbernya itu juga pernah beredar pada April 2009 lalu. Isi SMS itu kira-kira “Dikabarkan besok terjadi kondisi di mana jarak matahari-bumi semakin dekat. Kemungkinan besar radiasinya dapat merusak kulit, terjadi antara jam 8 – 16. Jangan pakai pakaian hitam, sebab penyerapan energi matahari dapat merusak kulit hanya dalam 5 menit.”
Sementara, SMS yang beredar pada April 2010 bunyinya serupa dengan berbagai versi sumbernya: ”Empat hari ke depan jangan pakai baju hitam karena matahari sedang mencapai titik terdekat dengan Bumi. Seluruh wilayah bumi mengalami kenaikan suhu 4 derajat. Berpeluang menyebabkan kanker. Gunakan sunblock dan banyak minum air putih.”
"Informasi tersebut jelas menyesatkan," kata Djamaluddin yang juga menulis masalah ini dalam blognya. Kata dia, orbit bumi mengitari matahari yang sedikit lonjong menyebabkan bumi mendekat dan menjauh dari matahari secara teratur.
Jarak terdekat bumi–matahari (disebut perhelion pada jarak147 juta km) terjadi setiap awal Januari. Dan jarak terjauhnya (disebut aphelion pada jarak 152 juta km) terjadi setiap awal Juli.
"Jadi, bulan April tidak ada fenomena jarak bumi-matahari makin dekat. Dengan demikian informasi lainnya juga tidak benar. Kalau pun bumi berada pada jarak terdekat dengan matahari, radiasinya tidak signifikan variasinya. Jadi tidak ada dampak apa pun," kata dia.
Djamaluddin menduga ada yang mengaitkan dengan perasaan lebih panas sekitar Maret-April. Padahal fenomena lebih panasnya suhu udara di sebagian besar kota di Indonesia pada Maret-April, tidak terkait dengan jarak bumi–matahari. Data suhu rata-rata di beberapa kota memang menunjukkan dua puncak sekitar Maret-April dan juga September-Oktober.
Hal itu terjadi karena faktor peralihan angin pada musim pancaroba. Di Indonesia angin Monsun Australia (Juni-Juli-Agustus) yang kering membawa udara dingin dari arah Selatan yang sedang musim dingin, sehingga cenderung saat kemarau relatif lebih sejuk.
Demikian juga saat angin Monsun Asia (Desember-Januari-Februari) yang basah membawa udara dingin dari arah Utara yang sedang musim dingin, sehingga musim hujan juga relatif dingin.
Saat musim peralihan (Maret-April-Mei dan September-Oktober-November) angin cenderung lemah (kecuali angin lokal saat terjadi puting beliung) dan bersifat lokal, sehingga tidak ada efek pendinginan. "Radiasi panas (inframerah) dari permukaan yang terpanasi relatif tidak tersebar. Efek pulau panas perkotaan makin terasa pada musim peralihan ini," kata Djamaluddin. Sumber : TvOne, Vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar